Kisah Sukses Mantan TKI: Nuryati Solapari, Perjalanan dari TKW menjadi Doktor
Nuryati Solapari merupakan salah satu di antara 12 finalis Indonesia Migrant Worker Award 2010, yaitu ajang penghargaan untuk mantan TKI yang dinilai sukses setelah pulang ke Indonesia. Di antara 12 finalis tersebut, kisah Nuryati terbilang paling unik dan dramatis. Wanita berjilbab yang kini menjadi dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang, Banten, Ia mulanya merupakan selama TKW (tenaga kerja wanita) di Arab Saudi. Selama tiga tahun (1998 – 2001) dia rela menjadi babysitter.
“Saya hidup dalam mimpi,” kata Nuryati Solapari, 31, mantan TKI asal Subang. Tangan mantan babysitter di Arab Saudi itu bergetar. Matanya berlinang ketika didaulat berpidato singkat di Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra), Jalan Medan Merdeka, Jakarta, (16/12/2010).
Dia mengaku tak pernah membayangkan akhirnya menjadi pembantu rumah tangga di tanah rantau setelah lulus SMA. Sebab, perempuan kelahiran 2 Juni 1979 itu merupakan lulusan terbaik SMA Prisma, Serang, Banten. Bahkan, sejak kelas satu dia selalu menjadi juara dan mendapat beasiswa. Namun, kondisi ekonomi berkata lain. Orang tuanya tak punya biaya untuk menguliahkan dia. Apalagi lima adiknya juga harus bersekolah. Penghasilan ayahnya yang merupakan pegawai rendahan tak mampu untuk membiayai kuliah Nuryati. “Setelah mempertimbangkan masak-masak, akhirnya saya bulatkan tekad untuk berangkat menjadi TKI di Arab Saudi,” Tapi, Nuryati tidak berangkat dengan kepala kosong. Dia berangkat dengan sebuah impian untuk bisa berkuliah setelah pulang di luar negeri dengan biaya dari mengumpulkan uang selama bekerja di Arab Saudi. Karena itu, hampir separuh isi koper yang dibawa ke Arab adalah buku-buku pelajaran SMA serta buku pengetahuan umum. Dia ingin tetap bisa terus belajar meski tidak di bangku formal.
“Untuk memuluskan proses pekerjaan di Arab, saya dipaksa mengaku sebagai lulusan SD,” tuturnya. Beruntung, Nuryati akhirnya diterima bekerja di rumah keluarga seorang dokter. Bahkan, karena dinilai well educated, dia kerap diminta mendampingi putri sang majikan saat belajar dan mengerjakan tugas sekolah. Dia juga mendapat izin tidur siang dan meluangkan waktu untuk membaca buku. Selama bekerja di Arab, Ia berusaha berdisiplin dalam berbagai hal. Termasuk dalam pembukuan gaji yang dia terima. Bahkan, dia selalu meminta slip pembayaran gaji yang ditandatangani oleh majikan. Dengan cara seperti itu, dia dapat mengetahui berapa besar gaji sebenarnya yang Ia terima setiap bulan. Selain itu, uniknya untuk keselamatan pribadi, nomor-nomor telepon penting, seperti nomor konsulat dan kedutaan dicatatnya dengan sulaman berkode khusus di kerudung yang selalu dipakainya ke mana-mana. Angka nol, misalnya, ditulis dengan kode matahari. Angka 1 dengan kode pohon kelapa, dan seterusnya. “Alhamdulilah, hal yang saya khawatirkan selama bekerja di sana tidak menimpa saya,” terangnya. Setelah dua tahun dan 8 bulan bekerja, Nuryati secara tidak sengaja menyaksikan acara wisuda di Universitas Al Azhar di televisi lokal. Hasrat untuk pulang pun semakin menggebu. Ibu Bintang Hafizh Setiawan, dan Bunga Qarira Lituhayu itu pun berpamitan kepada majikan untuk pulang ke Indonesia.
Hanya tiga hari setelah mendarat kembali di tanah air, Nuryati langsung mengikuti tes masuk Fakultas Hukum
Universitas Tirtayasa. Dia pun dinyatakan lulus. Perjuangannya belum selesai sampai di situ. Sambil kuliah, dia bekerja di Pizza Hut Cilegon dan menjajakan makanan katering. Dia pun harus belajar secara sembunyi-sembunyi di toilet Pizza Hut. “Setiap kali saya sedang belajar, saya taruh tanda “toilet dalam perbaikan” agar tidak mendapat teguran atasan,” kenangnya lantas tersenyum.
Kecerdasan dan ketekunannya membuat Ia mampu lulus dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,7 dan meraih predikat cum laude. Dia lulus dalam waktu tiga tahun. “Saya kemudian menjadi satu-satunya sarjana di kampung. Hidup saya pun berubah drastis dan menyenangkan,” terangnya. Empat tahun kemudian, Nuryati menyabet gelar master bidang hukum dari Universitas Jayabaya, Jakarta. Nuryati berhasil meraih sertifikat advokat dari Persatuan Advokat Indonesia, namun kemudian memutuskan untuk mengabdi di almamaternya, Untirta, sebagai dosen.
Berkat kisah perjuangannya yang menginspirasi, Nuryati kerap mendapat undangan menjadi pembicara dalam berbagai seminar tentang ketenagakerjaan. “Sekarang saya menempuh studi doktoral di Universitas Padjajaran Bandung,” kata Nuryati. Ia kini juga aktif dalam berbagai gerakan advokasi untuk hak-hak TKI.
Simak Video berikut:
https://www.youtube.com/watch?v=fEejO021OzE
referensi:tkiindo.com